Jumat, 13 November 2009

peranan generasi muslim harapan masa depan bangsa

PERANAN GENERASI MUSLIM HARAPAN MASA DEPAN BANGSA
Edisi ke- 2

Dewan Redaksi





1. Kepala Sekolah SMPN 1 Megamendung
2. Pimpinan : Oleh Ruhyana, S.Ag
3. Krue : 1. Mutiara Nurseha ( Islamic Study Club )
2. Ratna
3. Khaerul Anwarudin
4. Siti Nurahmi
5. Elis

Maafkan Aku, Ayah
Sewaktu usiaku belum lima tahun, aku hampir tak pernah mengenalnya.
Bukan karena usiaku yang belum bisa mengenal secara detail siapapun, tapi lebih karena pria ini hampir tidak pernah kujumpai. Kecuali sesekali di hari minggu, ia seharian penuh berada di rumah dan mengajakku bermain. Namun meski sekali, aku merasa sangat senang dengan keberadaanya.
Sejak aku mulai sekolah hingga masa remaja, aku menganggap pria ini tidak lebih dari sekedar pria tempat ibu meminta uang bulanan, juga untuk keperluan sekolahku dan adik‑adikku. Tidak seperti anak‑anak lainnya yang mempunyai seorang pria dewasa yang membela mereka saat berseteru dengan teman mainnya,atau setidaknya merangkul menenangkan ketika kalah berkelahi, aku tidak.
Pria dewasa yang sering kujumpai di rumah itu sibuk dengan semua pekerjaannya.
Hingga aku dewasa, pria ini masih kuanggap orang asing meski sesekali ia
mengajariku berbagai hal dan memberi nasihat. Sampai akhirnya, kutemukan pria ini lagi sehari, dua hari, seminggu, sebulan dan bahkan seterusnya berada dirumahku.
Rambutnya sudah memutih, berdirinya tak lagi tegak, ia tak segagah
dulu saat aku pertama mengenalnya, langkahnya pun mulai goyah dan lambat. Kerut‑kerut diwajahnya menggambarkan kerasnya perjuangan hidup yang telah dilaluinya. Bahkan suaranya pun terdengar parau menyelingi sakit yang sering dideritanya.
Kini pikiranku jauh melayang pada sayup‑sayup suara ibu, sambil menyusuiku ia memperkenalkan pria ini setiap hari, "nak, ini ayah ?" meski aku pun belum begitu mengerti saat itu. Bahkan menurut ibu, pria ini justru yang pertama kali menyambutku ketika pertama kalinya aku melihat dunia. Cerita ibu, karena pria ini yang mengantar, menemani ibu hingga saat persalinan. Bahkan suaranyalah yang pertama kudengar dengan lembut menerobos kedua telingaku dengan lantunan adzan dan iqomat hingga aku tetap mengenali suara panggilan Allah itu hingga kini.
Dari ibu juga aku mengetahui, bahwa ia rela kehilangan kesempatan untuk
mencurahkan kasih sayang dan cintanya kepadaku demi bekerja seharian penuh sejak dinginnya shubuh masih menusuk kesunyian hari saat aku masih tertidur hingga malam yang larut ketika akupun sudah terlelap. Ia tahu resiko yang harus diterimanya kelak, bahwa anak‑anaknya tak akan mengenalnya, tak akan lebih mencintainya seperti mereka mencintai ibu mereka, tak akan menghormatinya karena merasa asing dan tidak akan memprioritaskan perintahnya karena hampir tak pernah dekat. Tapi kini kutahu, ia lakukan semua demi aku, anaknya.
Ibu juga pernah bercerita, pria ini selelah apapun ia tetap tersenyum dan
tak pernah menolak saat aku mengajaknya bermain dan terus bermain. Ia tak pernah menghiraukan penat, peluh dan lelahnya sepulang kerja demi membuat aku tetap senang. Ia tak mengeluh harus bangun berkali‑kali dimalam hari bergantian dengan ibu untuk sekedar menggantikan popok pipisku atau membuatkanku sebotol susu. Dan itu berlangsung terus selama beberapa tahun, yang untuk semua itu ia ikhlas menggadaikan rasa kantuknya. Kusadari kini, semua dilakukannya untukku.
Untuk sebuah cinta yang tak pernah ia harapkan balasannya.
Seperti halnya ibu, ia juga rela ketika harus terus menggunakan kemeja
usangnya untuk bekerja, atau celananya yang beberapa kali ditambal. Kata ayah seperti diceritakan ibu, uangnya lebih baik untuk membelikan aku pakaian, susu dan makanan terbaik agar aku tumbuh menjadi anak yang sehat dan cerdas.
Terima kasih Ayah, kutahu engkau juga tak kalah cintanya kepadaku dengan kecupan hangatmu saat hendak berangkat kerja dan juga sepulangnya ketika aku terlelap. Meski tak banyak waktu yang kau berikan untuk kita bersama, namun sedetik keberadaanmu telah mengajarkan aku bagaimana menjadi anak yang tegar, tidak cengeng dan mandiri. Kerut diwajahmu, memberi aku contoh bagaimana menghadapi kenyataan hidup yang penuh tantangan.
Maafkan aku Ayah, aku tak pernah membayangkan sedemikian besar cinta dan pengorbananmu kepadaku. Ayah tak pernah mengeluh meski cinta dan pengorbanan itu sering terbalaskan dengan bantahan dan sikap kurang hormatku. Meski kasih
sayang yang kau berikan hanya berbuah penilaian salahku tentangmu.
Jangan menangis Ayah, meski kini kau nampak tua dan lelah, bahu dan
punggungmu yang tak sekekar dulu lagi, bahkan nafasmu yang mulai tersengal. Ingin aku bisikkan kepadamu, "Aku mencintaimu ?"
Wallahu 'a'lam bishshowaab
(Team Madinah )







Latihan Rela Berkorban.
TeAm KrEaSi MaDiNaH (Majalah Dinding Anak Soleh)
Assalaamu'alaikum wr. wb.
Ikhlas berkorban adalah kemuliaan. Sejak dini anak-anak mestinya dilatih begitu. Bagaimana caranya? "Uang hadiah puasa yang ibu kasih ke kamu masih ada kan, Sam?" tanya ibu agak curiga melihat Sammy anak lelakinya yang berusia 9 tahun membujuk adiknya Mona agar diberi sepotong coklat.
Sammy diam saja tak menjawab sambil sedikit menyeringai.
"Heh Sam..... serius nih ibu tanya. Kemana uangmu yang tiga puluh ribu itu? Masak habis dalam tempo dua hari. Boros sekali kamu! Beli apa saja sih kamu?! Ibu marah sekali lho Sam. Kalau kamu mubadzir gitu, masih banyak orang-orang yang kesusahan dan kelaparan. Korban gemba Jabar, Sumatera Barat , Ambon, Poso, dan Afghan, coba!...."
"Nah itu Bu.....itu Bu!" tukas Sammy mencegah "pidato" ibunya terlalu berpanjang-panjang kata.
"Apa Sam! Apa maksudmu "itu bu...itu bu"
"Maksudku ya itu Bu. Ibu belum-belum sudah marah-marah aja sih. Kemarin di sekolah ada pengumpulan dana solidaritas dunia Islam untuk korban Gempa Sumatera Barat, Bu. Ya sudah uangku hadiah dari ibu itu aku berikan saja semua. Kata Bu guru kan nanti juga diganti sama Allah. Sementara ini ya aku minta dikit-dikit aja kalau kakak sama adik jajan. Nah aku anak ibu yang patuh kan sama nasihat Ibu...solider!, solider!" ganti kini Sammy yang menceramahi ibu.
Ibu terpana, tak tahu mau bicara apa. Ia juga tak bisa protes misalnya "nyumbangnya sebagian saja Sam". Ya inilah hasil didikannya selama ini. Akhirnya sambil menahan haru, ibu menggosok-gosok kepala Sammy. Ternyata walau perangai Sammy agak keras, ia juga berhati lembut. Mau mengurbankan seluruh uang hadiah puasanya untuk saudara-saudara sesama Muslim yang sedang menderita. Bahkan lebih dari yang ibu kira.
Fragmen kehidupan yang men yentuh berupa dialog ibu anak di atas takkan bisa terjadi begitu saja bila sang ibu tak rajin menyemai dan memupuk potensi kemampuan berempati (dapat merasakan kesu sahan orang lain) dan berbelaskasih pada sesama sejak dini.
Allah swt mengabadikan sifat-sifat mulia itu pada diri Rasulullah Muhammad Saw di dalam Qur'an Surat At Taubah ayat 128: "Laqod jaa'akum rasuulu min anfusikum aziizun alaihi maa anittum. Harishun alaikum, bil mu'miniina raufur rahiim. Telah datang kepadamu seorang rasul, dari golonganmu sendiri. Terasa amat berat baginya apa yang kamu derita. Ia amat menginginkan kebaikan bagimu. Terhadap mu'min ia santun lagi penuh kasih sayang".
Rasulullah adalah sosok mulia yang sangat mudah berempati, bersangka dan berharap baik untuk saudara-saudaranya serta bersikap lembut dan penuh kasih terhadap mereka.
Bahkan pada akhirnya semua sifat tersebut dapat mengarah kepada kemampuan berkurban (at tadhiyah) mendahulukan kepentingan orang lain yang lebih membutuhkan. Sebenarnya apa yang kita kurbankan dijalan Allah semuanya juga berasal dari Allah. Hanya saja ego dan besarnya sense of belonging (rasa memiliki) yang kita miliki membuat kita merasa telah berkurban ketika membelanjakan sebagian yang kita punyai di jalan Allah.
Padahal semakin banyak kita memberikan kontribusi tenaga, fikiran dan harta di jalan Allah, akan semakin banyak kemudahan yang Allah beri kan pada kita. Semakin kita berkur- ban dan banyak menolong di jalan Allah semakin besar pertolongan Allah yang kita rasakan, di antaranya ya keteguhan hati di jalan Allah. "Jika kamu menolong Allah, maka Allah akan menolong kamu dan mene guhkan pendirianmu." (QS. 47 : 7)
Agar bisa memerangi sifat bakhil dan enggan berkurban dalam diri kita, hendaknya kita meniru do'a Abu Bakar Ash Shidiq, "Ya Allah ikatkan harta pada tanganku dan tidak pada hatiku". Hanya memang di masa sekarang ini, saat orang-orang semakin egois, individualis dan apatis tidak mudah kita membiasakan diri dan anak-anak kita untuk terbiasa dan bahkan senang berkurban.
Lima metode yang diajarkan Abdullah Nashih Ulwan dalam buku "Pedoman Pendidikan Anak" dapat kita manfaatkan.
Metode pertama yang terbukti paling efektif adalah keteladanan. Awalnya kita mencoba meneladani bagaimana pengurbanan Nabi Ibrahim sekeluarga sampai dapat membangun peradaban berupa kota Mekkah Al Mukaromah. Nabi Ibrahim adalah simbol pengurbanan maksimal yang dapat dilakukan manusia. Bahkan rangkaian manasik haji hingga Idul Qurban adalah sebuah rekonstruksi jejak-jejak perjuangan Nabiyullah Ibrahim sekeluarga. Kemudian kita mencoba mencontohkan bagaimana kita juga selalu berusaha berkurban untuk orang lain.
Metode berikutnya adalah pembiasaan. Hendaknya kita selalu berupaya melatih anak mau mengalah dan berkurban pada saat ia memang harus mengalah dan berkurban untuk orang yang lebih lemah dan membutuhkan. Tetapi juga mampu berjuang dan mempertahankan haknya bila dizhalimi.
Selanjutnya metode yang ketiga yakni pemberian nasehat. Agar anak tidak jenuh, kita dapat mengemas nasehat tersebut secara halus dalam sebuah cerita. Misalnya sebuah kisah nyata di Inggris, ketika seorang laki-laki kehilangan sebelah tangannya karena menyelamatkan nyawa seorang anak kecil yang terjatuh ke rel kereta api. Begitu pula kisah-kisah indah yang termaktub di dalam Al Qur'an, misalnya di Surat Al Hasyr ayat 8-9. Bagaimana sahabat-sahabat Anshor saling bergegas, berlomba-lomba dan bersicepat untuk berkurban dan menolong saudara-saudara Muhajirin yang baru tiba di Yatsrib (Madinah). Dan kisah klasik yang luar biasa di ayat 9. "Wayu'tsiruna ala anfusihim walau kaana bihim khososoh. Dan mereka berbuat itsar (mendahulukan kepentingan orang lain) diatas dirinya sendiri walau mereka sendiri kelaparan."
Setelah turun ayat tersebut Rasulullah mengatakan pada Abu Thalhah "Allah tersenyum melihat kelakuan kalian berdua tadi malam". Ya kisah klasik itu memang bertutur tentang kejadian yang dialami sahabat Nabi Abu Thalhah dan istrinya Ummu Sulaim atau Rumaisha binti Milhan.
Malam itu Rasulullah didatangi seorang musafir yang sudah tiga hari tidak makan. Karena Rasulullah juga sedang tidak memiliki makanan maka disuruhnya orang tersebut mendatangi rumah Abu Thalhah. Padahal sebenarnya Abu Thalhah pun hanya tinggal memiliki satu porsi makanan untuk anak-anak mereka. Namun mereka tak ingin kehilangan satu peluang emas untuk berbuat kebajikan. Akhirnya anak-anak mereka beri pengertian dan ditidurkan. Mereka lalu mempersilakan tamu tersebut untuk makan sementara mereka memadamkan lampu di dekat mereka duduk dan berpura-pura makan agar tamu mereka tidak merasa sungkan-sungkan. "Toh kami baru malam ini saja tidak makan, besok rizeki bisa dicari lagi, sementara tamu musafir tersebut sudah tiga hari tidak makan." Subhanallah kisah-kisah klasik yang indah dalam sirah senantiasa merupakan nasehat yang terbaik.
Metode keempat adalah pengawasan hendaknya kita terapkan dalam keseharian interaksi kita dengan anak agar terpantau siapa diantara anak kita yang masih egois, masa bodoh dan tidak mau mengalah dan mana yang sudah mulai mau berkurban sedikit-sedikit.
Terakhir metode hukuman kita terapkan sebagai langkah terakhir jika memang benar-benar perlu dan kasusnya benar-benar sudah keterlaluan. Misalnya seorang kakak remaja yang ridak mau mengalah pada adik balitanya dan sebagainya.
Dengan bersungguh-sungguh dan bermujahadah serta berdo'a mudah-mudahan kita dan anak-anak kita menjadi orang yang senantiasa mau berkurban di jalan Allah.·
( Team Madinah )

Sebuah perlombaan tahunan Lomba Cerdas Cermat PAI Tingkat Kabupaten Bogor










Utusan SMPN 1 MGM Ceria
Peserta LCC PAI di Tingkat Kabupaten Bogor
Renungan Pelajar ( Rapel )
Tumbuh Suburnya Generasi Minimalis
Barang siapa yang akhir kalimatnya Lailaha illallah, maka ia akan masuk surga (Al Hadis).
Kalau setiap orang ditanya tentang keinginan masuk surga, sudah pasti tidak ada yang mengingkari. Setiap orang, terlepas dari bagaimana pun tingkat kepatuhannya terhadap perintah-perintah Ilahi, akan cenderung menginginkan surga baik untuk dirinya sendiri, keluarganya dan orang-orang yang dicintainya. Tentunya tidak terkecuali kita. Kita pun sangat menginginkan kehidupan surga dengan segala kenikmatan-kenikmatannya.
Akan tetapi tidak sedikit orang-orang yang menginginkan surga tersebut, atau bahkan mungkin kita sendiri, kurang tepat dalam menafsirkan hadis-hadis. Misalnya mereka sering merasa cukup dengan hadis yang kami kutip di atas sebagai landasan untuk dapat masuk surga. Dengan telah mengucap kalimat Lailaha illallah saja banyak orang beranggapan telah berhak atas jatah di surga. Mereka beralasan bahwa ada hadis yang mengatakan kalimat tauhid inilah kunci pembuka pintu-pintu surga. Dan memang benar ada hadis yang demikian. Ada hadis yang menegaskan bahwa kalimat Laillaha illallah ini merupakan kunci surga. Hanya kadang mereka lupa bahwa sebuah kunci pasti memiliki anak gigi. Kalimat Laillaha illallah tanpa diikuti bentuk ketaatan lain, seperti kewajiban rukun Islam atau ibadah lain akan laksana kunci tanpa gigi. Itu contoh kecil. Contoh lain misalnya dalam mencari pahala dari tadarrus, membaca dan mengkaji Al Qur’an. Mereka merasa cukup dengan hadis yang maknanya menyatakan bahwa membaca surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas sama dengan membaca seluruh Al Qur’an. Jadilah mereka penghapal dan pembaca setia tiga surat pendek ini. Ibadah sholat Jum’at secara fiqih, walau pun ada pertentangan, sudah memadai kalau dapat mengikuti sholatnya. Maka banyaklah orang yang ikut dalam kelompok, jamaah sholat Jum’at yang datang terakhir, yang hanya dapat sholatnya saja. Dan masih banyak contoh lain yang bermuara pada satu keyakinan, agama itu kan mudah, ambil saja yang gampang-gampang. Nah!
Adanya kelompok minimalis seperti ini sebenarnya cukup menyedihkan. Ada kecenderungan orang-orang seperti ini apabila berhadapan dengan prestasi keduniaan, merekalah yang paling melesat. Tetapi ketika berhadapan dengan perintah ibadah, mereka mengambil posisi sudah memadai ini. Mereka menekankan tentang profesionalisme kerja, tetapi sering lupa dengan profesionalisme ibadah. Padahal untuk urusan ibadah Allah juga menegaskan tentang perlunya berkompetisi.
Dan bagi tiap-tiap ummat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Seungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Baqarah [2]:148).
Ups, dari tadi saya memakai kata ganti mereka. Tidakkah saya termasuk dalam golongan minimalis ini? Ini yang mestinya kita tanyakan pada diri sendiri. Ya Allah, berikan kami rahmat-Mu karena tanpa rahmat-Mu tiadalah kami dapat masuk ke surga-Mu. Dan jadikan kami agar dapat lepas dari golongan minimalis ini, golongan yang meminta jatah surga dengan mengandalkan ibadah yang sedikit. Amien.
( Team Madinah )



Cerpen Siswa kReAtIf
Seorang anak sedang bermain dan menemukan kepompong kupu-kupu di sebuah dahan yang rendah. Diambilnya kepompong tersebut dan tampak ada lubang kecil disana. Dia tertegun mengamati lubang kecil itu karena terlihat ada seekor kupu-kupu yang sedang berjuang untuk keluar membebaskan diri melalui lubang tersebut Lalu, tampak kupu-kupu itu berhenti mencoba, dia kelihatan sudah berusaha semampunya dan tampaknya sia-sia untuk keluar melalui lubang kecil di ujung kepompongnya.
Melihat fenomena itu si anak menjadi iba dan mengambil keputusan untuk membantu si kupu-kupu untuk keluar dari kepompongnya. Dia pun toengambil gunting, lalu mulai membuka badan kepompong dengan guntingnya agar sang kupu-kupu bisa keluar dan terbang dengan leluasa.
Begitu kepompong terbuka, kupu-kupu pun keluar dengan mudahnya. Akan tetapi, ia masih memiliki tubuh gembung dan kecil, sayap-sayapnya tampak masih berkerut. Anak itu pun mulai mengamatinya lagi dengan seksama sambil berharap agar sayap kupu-kupu tersebut berkembang sehingga bisa membawa si kupu-kupu mungil itu terbang menuju bunga-bunga yang ada di Harapan tinggal harapan, apa yang ditunggu si anak tidak kunjung tiba. Kupu-kupu terpaksa menghabiskan sisa hidupnya denga merangkak di sekitarnya dengan tubuh dan sayap yang masih berkerut serta tidak terbentang dengan sempurna. Kupu-kupu itu, akhirnya tidak pernah mampu terbang.
Si anak yang membantu mengeluarkan kupu-kupu dari kepompongnya itu, rupanya tidak mengerti bahwa kupu-kupu perlu berjuang dengan daya usahanya sendiri untuk membebaskan diri dari kepompongnya. Lubang kecil yang perlu dilalui kupu-kupu tersebut akan memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu masuk ke dalam sayap-sayapnya sehingga dia akan siap terbang dan memperoleh kebebasan.
( Khoerul Anwarudin, Team Madinah )
Tersebutlah, di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak. Ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas danair laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulaucepat-cepat berusaha menyelamatkan diri.Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta.Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. "Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!" teriak Cinta. "Aduh! Maaf, Cinta!" kata Kekayaan, "perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini."Lalu Kakayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namunkemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya. "Kegembiraan! Tolongaku!", teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukanperahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang. Ia kian panik. Tak lamalewatlah Kecantikan. "Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!", teriak Cinta."Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamumengotori perahuku yang indah ini," sahut Kecantikan.Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itulewatlah Kesedihan. "Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu," kata Cinta."Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..." kata Kesedihansambil terus mengayuh perahunya.Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Padasaat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara, "Cinta! Mari cepat naik keperahuku!"Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya.Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Dipulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi. Pada saatitu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tuayang menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya lelaki tua tadi."Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu." kata orang itu. "Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku" tanya Cinta heran. "Sebab," kata orang itu, "hanya Waktu-lah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu ..."
( Nurachmi, Team Kreatif Madinah )

Majalah Dinding Anak Soleh

Foto Pengurus
Majalah Dinding Anak Soleh
( MADINAH )


Telah terbit Majalah Dinding Anak Soleh SMPN 1 Megamendung , yang akan terbit perdwimingguan. Mading ini sebagai kepedulian Ekstra Kurikuler Kerohanian Islam dalam melatih para ikhwan dan akhwat pelajar SMPN 1 Megamendung dalam cara membuat berita, mengedit berita, wawancara, membuat opini, korespondensi dan pembuatan naskah berita.

Anggota Mading ini akan dilatih secara dini menjadi wartawan, korespondens berita dan manajemen berita. Bahkan suatu waktu mengisi berita di Koran harian umum. Anggotanya untuk sementara ini baru anggota ekskul Islamic Study Club ( ISC ). Dan pengurus terbuka lebar kepada teman-teman untuk bergabung dengan kami. Ingat Loch Ala Bisa Karena Biasa, Ayoo bergabung dengan kami.
Pepatah kata, “ Orang yang akan berhasil di abad 21 adalah orang yang kreatif saja, sedangkan yang tidak kreatif akan tergilas roda kehidupan yang kejam”.